8/31/2005

hai..hai..

entah kenapa, beberapa waktu belakangan ini aku susah banget buka link create di blogger... padahal banyak yang ingin ditulis. beberapa topik mungkin ngga lagi aktual, tapi mudah-mudahan masih masih menarik buat di baca.

8/20/2005

Curhat saja

seharian gw jadi fasilitator untuk program pengenalan perguruan tinggi di UI bagi Mahasiswa baru. ngomong trus, banyak bergerak, bolak-balik... cape...

tapi biar cape, sorenya gw begitu menikmati ngobrol sama seorang teman. hari sabtu yang kesekian kalinya. dan masih saja selalu menarik berbincang-bincang dengan orang ini. ngalor ngidul bicara macam-macam. haaa.. matari bergulir dan makin terglincir ke cakrawala. lantai dua takor makin gelap.. dan kami masih saja asik berbincang.

yang kami perbincangkan masih sama seperti yang sudah-sudah, topik yang sama, tapi dengan beberapa pengetahuan baru, pemikiran-pemikiran yang sebelumnya belum terpikir atau terucap.. makna baru pada sesuatu..

mungkin yang akan gw cintai bukan orang yang sekedar menarik karena ia menantang untuk dicintai. tapi orang yang punya karakter. yang ketika bicara dengan dia, gw merasa mendapat pengetahuan baru-mendapat pencerahan, yang pemikirannya dalam, yang ingin belajar, yang memerdekakan pikirannya, menggunakan kemanusiaannya... hahaha ngomong apa sih ini...?

8/14/2005

Judisium

Jumat kemarin Judisium. saat menunggu itu beberapa orang termasuk saya bertanya-tanya, "ko gw takut ya?" sedikit bingung juga, buat apa takut? nilainya kan udah keluar. apa sebenernya yang mereka takutkan? atau kalau di psikologi, istilah yang tepat adalah cemas karena stimulus yang membuat mereka 'takut' adalah sesuatu yang ada dalam pikiran mereka. lalu apa yang mereka cemaskan?

saya kira yang membuat deg-degan adalah kenyataan kami akan mengetahui sesuatu. dan sesuatu tersebut bisa jadi hal yang menimbulkan emosi-emosi negatif. mungkin hal ini yang menjelaskan kenapa orang me-repress (menekan) kecemasan mereka ke alam bawah sadar. karena hal itu membuat mereka lupa ada sesuatu yang membuat mereka takut. sehingga kemudian mereka merasa 'nyaman' kembali.

dalam kecemasan saya itu, saya baru tau kenapa sebuah sudut ruangan begitu menggoda untuk memberikan perasaan nyaman. kenapa pula posisi meringkung di pojokkan sering ditemukan pada orang-orang yang ketakutan. saat itu saya merasakan, bentuk pojokkan yang terdiri dari dua buah bidang yang membentuk sudut seperti melindungi Diri dari sergapan perasaan takut yang menyerang. sebuah sudut seperti merangkul lo dan berkata semua akan baik-baik saja. sementara posisi meringkuk menambah perasaan nyaman tersebut. saya seperti sebuah kesatuan utuh yang aspek2 dalam diri saling melindungi keseluruhan Diriku. haaaa... nyamannya...

lalu apa yang terjadi dengan judisiumnya? ah namanya juga kecemasan, ketakutan yang kita sendiri yang ciptakan... hehehe..

Gie

Minggu lalu gw nonton Gie. Sayang sekali film yang berbiaya muahal itu buat gw tidak menarik. Gw seperti disuguhi potongan-potongan tanpa benang merah. Gw tidak bisa menangkap apa yang ingin disampaikan oleh film ini. Semua serba tanggung. Jika ingin menampilkan keteguhan Gie di jalan yang diyakininya serta keterasingan dirinya akibat mengambil jalan itu, gw ngga bisa merasakannya. Niko sebagai Gie tidak bisa memerankan Gie yang gw baca dari ‘Catatan Seorang Demonstran’ sebagai seseorang yang penuh gejolak atas ketidakberesan di depannya, yang kritik-kritiknya tajam dan pedas, serta orang yang jernih dalam berpikir. Ketika Niko menarasikan buku harian Gie, gw mendengarnya sebagai seseorang yang sedang membaca, bukan tokoh Gie yang sedang menuangkan pikiran-pikirannya tentang hidup, menuangkan pergulatan pikirnya terhadap kondisi Indonesia saat itu. Secara umum gw ngga bisa merasakan semangat Gie. Semangatnya yang berani mengungkapkan pendapatnya sekalipun resikonya ia terkucil, terasing dari dunia.

Gw juga tidak bisa mengerti jalan film ini. Seperti sudah gw ungkapkan film ini seperti potongan. Belum gw mengerti maksud dari satu adegan, film sudah beranjak ke adegan lain. Film ini katanya memang bukan film sejarah, sehingga peristiwa-peristiwa bersejarah dalam film ini kelihatan cuma sambil lalu. Tapi itu membuat gw tidak mengerti siapa tokoh-tokoh yang keluar di beberapa adegan. Siapa mereka? Apa peran mereka? Adakah hubungannya dengan perjalanan sejarah negri ini, apa kaitannya dengan Gie? Hal itu juga terjadi pada kehidupan cinta Gie. Siapa Wulan Guritno? Kenapa tiba-tiba dia muncul? Bukannya Gie sebelumnya lagi dekat sama Ira? Ah.. tampaknya jika anda tidak mengerti sejarah atau membaca buku Gie sebelumnya, akan sulit untuk memahami adegan-adegan dalam film ini. Kalau menurut saya film ini seperti memvisualisasikan hari-hari dalam buku harian Gie ke dalam film. Terlihat seperti potongan, karena buku harian merupakan ‘rekaman’ potongan-potongan hidup seseorang. Bukan sebuah biografi yang mengalir sepanjang hidup.

Sayang memang jika semangat Gie kurang bisa menular secara maksimal lewat film ini. Tapi gw merasa, dengan adanya film ini jiwa Gie seperti dihidupkan kembali, diskusi-diskusi digelar, bukunya dicetak ulang, media mengulas Gie sebagai manusia yang keteguhannya patut ditiru. Orang-orang jadi bertanya siapa Gie? Siapa tau orang-orang jadi tergugah...

Oia, ada juga yang gw suka dari film Gie. Yaitu waktu tokoh Ira (Sita) menyanyikan lagu Donna-Donna dari Joan Baez... suara yang merdu.. petikan gitar yang bening.. ah.. keren banget!!!!

Ketika Cinta Kita Berakhir

--Oleh Anis Matta

Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Kita saling memunggungi
Tapi jiwa berpeluk-peluk
Senyum mendekap senyum

Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Raga tak lagi saling membutuhkan
Hanya jiwa kita sudah lekat menyatu
Rindu mengelus rindu

Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Kita hanya mengisi waktu dengan cerita
Mengenang dan hanya itu
Yang kita punya

Suatu saat dalam sejarah cinta kita
Kita mengenang masa depan kebersamaan
Kemana cinta kan berakhir
Di saat tak ada akhir

Rumi tentang Hallaj

Ambillah perkataan ini [ana’l-haqq], "akulah kebenaran kreatif." Banyak orang menganggap ini suatu pernyataan besar, tapi mengatakan "Akulah kebenaran kreatif" sesungguhnya merupakan suatu tanda dari kerendahan hati yang sangat ekstrem. Mengatakan "Aku adalah hamba Tuhan" berarti menyatakan bahwa ada dua yang eksis, yang satu dirinya sendiri dan yang lain adalah Tuhan. Tapi ketika seseorang mengatakan, "Akulah Tuhan", itu berarti, "Aku bukan apa-apa. Dia adalah segalanya, tidak ada sesuatu pun kecuali Tuhan, aku sepenuhnya dan mutlak tiada, aku bukan apa-apa", maka kerendahan hati itu pun lebih besar lagi.

--dalam dalam Annemarie Schimmel (1998)

Bagaimana Saya Akan Menulisi Blog Ini?

Pertanyaan itu masih saja sering muncul walaupun saya sudah beberapa kali menulis blog.
Di awal saya membuat blog, seorang teman berkomentar, katanya apa yang saya tulis sama saja seperti yang biasa saya ceritakan ke dia. Cara saya bertutur sama seperti ketika saya berefleksi tentang hidup, ngunandika pada diri sendiri. Dia juga berpendapat bahwa blog hendaknya bisa jadi sarana buat saya belajar untuk menulis. Saya sepenuhnya setuju.


Tidak bisa dipungkiri bahwa komentar tersebut berpengaruh pada saya. Dua komentar tersebut saling berhubungan satu sama lain. Saya menginterpreatasikan bahwa tulisan saya saat itu bukanlah tulisan yang cukup baik. Padahal blog hendaknya dapat dijadikan sebagai saran untuk belajar menulis. Sebelum ia mengatakan itu, saya juga tidak cukup puas dengan tulisan saya di blog itu sehingga saya lalu memutuskan untuk me-delete http://cinintyadewi.blogspot.com. Saya menggantikannya dengan yang baru.

Ternyata pengaruh komentar itu tidak hanya sampai di situ, keinginan untuk membuat tulisan yang bagus untuk dipubliksinya malah menghambat saya untuk menulis. Beberapa kali saya punya ide tapi segera saya kandaskan sendiri. Tak ada publikasi untuk tulisan buruk pikir saya. Begitu seterusnya sampai kemudian saya belajar untuk tidak memikirkan itu dan membiarkan jari-jari saya mengetik apa yang ingin saya ketik.

Sampai hari ini saya masih juga setuju pada pendapat teman saya itu. Blog adalah sarana untuk belajar menulis. Namun yang berbeda saat ini adalah sikap saya terhadap komentar yang pertama. Jika saya menulis seperti saya bercerita pada seorang teman ya memang itu yang ingin saya tulis. Jika kata-kata saya standar dan biasa, mungkin saat ini kemampuan saya baru sampai di situ. Tapi belajar menulis adalah suatu proses. Proses menemukan gaya menulis khas saya. Menemukan cara penulisan yang dapat menyampaikan pesan utuh pada pembaca. Menemukan bentuk tulisan yang mengena, menarik dan sebagai, dan sebagainya. Dan semua itu bisa ditemukan kalau saya mulai menulis. Menulis apa saja yang ada di pikiran saya. Dan membiarkan saya menikmati proses belajar ini. Sampai suatu ketika saya menemukan sendiri apa yang saya cari.

Seperti sudah saya bilang sampai saat ini saya masih bertanya-tanya tentang bagaimana saya akan menulisi blog ini? Tapi bedanya kalau dulu pertanyaan itu representasi dari konflik dalam diri antara keinginan membuat tulisan bagus dengan hasrat untuk menulis apa saja yang terlintas. Dimensinya kualitas. Saat ini pertanyaan itu muncul mengenai apa yang ingin saya berikan pada orang lain. Dimensinya isi. Apakah saya akan menulis curahan hati saya sebagai bentuk katarsis, pikiran-pikiran saya tentang sesuatu, refleksi-refleksi saya pada hidup, hal-hal menarik yang ingin saya bagi, atau apa.. Yah saya juga belum tau. Tapi saya tetap akan menulis apa yang ingin saya tulis. Ngunandika.
Hatta suka sekali membaca, waktu dibuang ke Digul, dia bawa enambelas peti yang isinya buku-buku. Sejak mengeyam pendidikan, dia juga suka menulis. Gie juga suka menulis. Soekarno juga, sampai-sampai dia ditangkap karena tulisannya. Saya lalu berpikir kenapa jaman sekarang, jarang mahasiswa melakukan ‘perlawanan’ dengan menulis. Paling demo di jalan. Mungkin mereka ini seperti saya yang menulis makalah atau skripsi saja membuat takut karena tidak terbiasa.. atau mungkin orde baru telah membungkam bangsa ini seperti mereka ‘membungkam’ Mochtar Lubis. Kebiasaan menulis menguap di angkasa...

8/12/2005

Secangkir kopi dan Obrolan pagi

Taman Korea, Kantin Fisip UI. 08.16

Nona: ini vanilla Latte ya?
Dinda: he eh..
Nona: coba ya.. mmm.. vanila ya? enak..
Dinda: gimana kabar hati lo hari ini?
Nona: ngga tau.. lo?
Dinda: gw merasa lebih damai. gw mendapatkan diri gw lagi. gw yang dulu.
Nona: iya... gw menikmati lagi rutinitas gw seperti semula. skripsi udah selesai.
habis ini mau ngapain..
Dinda: ngga tau.. kerja pastinya..
Nona: gw yakin kita pasti dapat kerjaan yang baik.
Dinda: mmm... kuliah profesi mahal betul.. kapan uangnya ke kumpul ya?
Nona: ... bener loh gw pingin kerja di luar, gajinya lumayan. bisa nabung.
Dinda: iya gw juga... ke Kalimantan..
Nona: gw sih ngga harus ke luar pulau, di Jawa juga mau. tapi yang masih 'Desa'. Ke Surabaya.
Dinda: mmm... Tapi sebenernya gw masih pingin di kampus. haa...

8/11/2005

Hatta


Hari ini, seratustiga tahun yang lalu Muhammad Hatta lahir..

Hatta, bung Hatta, salah satu pahlawan nasional yang paling gw kagumi... kejujurannya, kedisiplinnya, kesederhanaannya, pemikiran dan tekadnya yang kuat untuk membawa bangsa menjadi lebih baik. Membentuk karakter bangsa... katanya, mencari manusia yang pintar lebih mudah daripada mencari manusia yang berkarakter. Manusia yang tidak mementingkan diri sendiri, tetapi mau berkorban demi kemajuan bangsa dan negara. Dan yang paling penting manusia yang tidak rendah diri-Menjadi tuan di negeri sendiri. Manusia yang tidak terlena dengan utang luar negri...

Dua hari yang lalu di tempat nongkrong anak 2001, temen gw menyayangkan pengunduran diri Hatta sebagai wakil presiden tahun ’56. Dia bilang kalau Hatta tidak mundur mungkin dia bisa memperbaiki sistem. Alih-alih negara akan menjadi lebih baik daripada sekarang. Dia juga merindukan sosok pemimpin yang bisa jadi teladan seperti beliau. Dia bilang, bangsa Indonesia saat ini butuh orang macam beliau, pemimpin seperti Hatta. Ah ya..

Sudah bertahun-tahun Hatta wafat. Tapi gw seperti juga temen gw itu masih juga bersedih. Meratap.. seolah-olah Hatta baru saja meninggal. Tapi gw kira kesedihan kami cukup beralasan. kalau diingat, saat ini, siapa sosok yang bisa jadi teladan? siapa yang kejujuran, kedisiplinan dan tanggungjawabnya santer ke seentero negri macam Hatta?
Esoknya di rumah, gw denger satu lagu dari Iwan Fals. Manusia yang berkualitas memang tidak perlu berkata... saya jujur atau saya bijak. Orang lain bisa menilainya sendiri. kualitas manusia berkarakter akan terpancar dengan sendirinya. Ketika mereka tiada, eksistensinya tetap ada di hati orang-orang yang mengaguminya.

Tuhan terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa
Proklamator tercinta
Jujur, lugu dan bijaksana
Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa
Rakyat Indonesia
Hujan air mata dari pelosok negri saat melepas engkau pergi
Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat yang tak lepas dari namamu
Terbayang baktimu
Terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, Berkafan doa
Dari kami yang merindukan orang sepertimu...

8/10/2005

Cerita dari MariPro

tadi sewaktu aku ngambil foto di Mari Pro, dengan ramah masnya tanya aku ambil jurusan apa. waktu aku jawab psikologi, dia langsung berbicara tentang Satre, Jean Paul Satre, eksistensialis prancis yang tidak percaya pada Tuhan. masih dengan ramah dia ungkapkan pendapatnya tentang Satre. dia katakan persetujuannya pada pandangan Satre tentang manusia kecuali ketidakpercayaannya pada Tuhan. aku senyum-senyum saja. diam. setelah itu ada Kierkegaard, Camus (Albert Camus), Heidegger yang keluar dari mulutnya. aku masih diam dan senyum-senyum sendiri. takut salah ngomong. akhirnya aku tanya juga, apa dia suka baca buku filsafat atau psikologi, dengan merendah dia bilang "ah.. cuma lewat-lewat gitu aja". hahaha... aduh! sebenernya aku senang banget ketemu dia. rasanya pingin diajak ngobrol aja. tapi aku takut juga. biar dia kelihatan merendah dan bilang tidak tau apa-apa. jangan-jangan bukan dialog yang selevel lagi. hihihi.. takut.

tapi yang bikin senang ya itu, pembicaraan tak terduga dari penjaga studio foto. ah berpendidikan betul. mungkin mahasiswa megister filsafat kali ya? hahaha.... ngga tanya sih. sungkan.

aku jadi sadar kalau orang-orang seperti dia selalu menarik buatku. kalau diingat-ingat orang-orang yang memberi inspirasi dalam hidupku ya orang-orang seperti dia. bisa jadi dia memang penyuka filsafat, orang yang membaca buku-buku filsafat. Tapi orang-orang yang mengkonstruk filosofi hidupnya sendiri juga selalu menarik buatku. mungkin saja dia tukang koran langganan, teman kuliah, teman dunia maya atau orang asing di perjalanan. mereka memberi warna dalam kehidupanku.

orang-orang inilah yang menggunakan akalbudinya, menggunakan 'kemanusiaannya'. memerdekakan pikirannya untuk menjelajah 'Dunia'. memberi makna pada Dunia di sekitarnya, memberi makna pada Dirinya. Dan mereka-mereka inilah manusia yang sesungguhnya.

Self-Management pada Survivor Kekerasan dalam Rumah Tangga

---ABSTRAK---

Survivor Theory mengungkapkan adanya peran aktif perempuan yang mengalami KDRT dalam usahanya menyelamatkan diri dan anak mereka untuk keluar dari situasi kekerasan. Mereka tidak dilihat sebagai individu yang pasif dan menyerah pada keadaan seperti yang diungkap oleh penelitian sebelumnya. Self-management merupakan konsep yang menjelaskan manusia sebagai mahluk yang aktif dalam mencapai tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran usaha-usaha yang dilakukan oleh survivor KDRT dalam kerangka self-management. Untuk itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara dan observasi sebagai penunjang. Hasilnya menunjukkan bahwa self-management diarahkan sebagai bentuk respon terhadap kekerasan juga sebagai usaha-usaha untuk mencapai tujuan-tujuan yang paling penting dalam hidup, pengarahan kognisi merupakan bentuk self-management yang dominan digunakan oleh semua subyek. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan memvariasikan latar belakang pendidikan, derajat kekerasan. Penelitian tentang KDRT juga sebaiknya diarahkan menuju pencarian kekuatan perempuan korban kekerasan dalam menghadapi situasi rentan kekerasan.


Dewi, C. (2005). Self-Management pada Survivor Kekerasan dalam Rumah Tangga. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Bagi yang tertarik untuk mengetahui penelitian ini dapat mengirimkan email ke skripsicinin01@yahoo.com.

Cinin Thanks to...

saya selalu merasa percaya pada diri sendiri. yakin bahwa pusat dunia (dunia diri) adalah diri saya sendiri. yakin bahwa sebuah keberhasilan ditentukan oleh faktor-faktor internal dalam diri saya. saya adalah kapten untuk diri saya sendiri. saya adalah mahluk aktif yang senantiasa menentukan pilihan-pilihan dalam hidup saya. saya menjadi (becoming) karena saya memilih untuk seperti itu. Saya adalah Saya karena saya ingin seperti itu.

Hanya saja tidak bisa dipungkiri bahwa, selalu saja saya merasa ada faktor X yang menentukan hidup saya, ada hal-hal lain di luar diri saya yang menularkan energinya untuk saya serap dan menggerakkan saya. Faktor X itu berdialog dengan Diri saya dan mengajaknya berpetualang di Dunia.

dan pada agen faktor-faktor X itulah saya berucap terima kasih atas selesainya skripsi saya.

Yang pertama dan utama, Tuhanku, Allah sang pemberi jiwa dan pemberi petunjuk.

Terima kasih untuk Mas Aten, Bu Bernadetta, mba Liche, Mba Dini, Mba Tia, Mba Fivi, Bu Mayke, semua dosen serta guru-guru yang telah mengantarkan saya menuju jalan pengetahuan.

Untuk teman-temanku, Dini, Ine, Dina, Dodo, atas semangat, dukungan dan doa yang menjadi energi dikala lelah. Teman-teman sepayung: Arum, Dipan, Darma, Aca, Mas Ari dan Mas Edi. Terima kasih pula untuk seluruh teman-teman angkatan 2001, khususnya Ika dan Wandi serta teman-teman MKT: Alga, Ana, Epi, Eva, dan Nuyi. Juga untuk teman-teman lain di Fakultas Psikologi (Verdi, Kak Surya, Mba Nia, Mba Lela, Mba Novi) dan teman-teman di Pusat krisis Fakultas Psikologi UI (Mba Icha, K Wahyu, Nael, K Eja).

Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi saya, petugas perpusatakaan fakultas psikologi, petugas lab. Komputer, teman-teman di PKT RSCM, Indok. Jurnal Perempuan, temen-teman di Perpustakaan Kalyanamitra dan teman-teman relawan CC UNICEF Padang Panyang, Aceh.

Terima kasih saya terutama untuk seluruh keluarga, tempat berlabuh dalam situasi apapun. Papa dan Mama, terima kasih telah memberikan kebebasan dan kepercayaan untuk memilih jalan hidup Dewi sendiri. Untuk adikku sayang, Arief (woi, jelek! =p)

dan semua orang yang menularkan insight untuk saya, menularkan kepekaan dan rasa sayang, menampar saya dengan kasih, dan berkata pada saya bahwa saya pasti bisa. terimakasih... =)

semangat!!!

8/08/2005

8/05/2005

modern

pagi tadi gw jemput temen di bandara Soekarno-Hatta. dia naik pesawat jam enam dari Padang. gw berangkat jam enam kurang lima dari rumah gw di bumi Citayam indah. awalnya lancar, jalan menuju stasiun masih lengang dan kereta langsung tiba ketika gw turun dari angkot. tapi setelah gw naik damri dari terminal pasar minggu, waktu berjalan begitu cepat sementara mobil nyaris tak bergerak karena macet. jam delapan teng gw telepon temen gw itu dan katanya udah turun dari pesawat. geli gw. dia udah melintasi Padang-Jakarta sementara gw belum juga sampai bandara cengkareng yang jarak Citayam-Cengkareng berapa kali jarak Padang-Jakarta.

kalau teknologi pesawat terbang dan tumpah ruahnya mobil di jalan adalah simbol modernisasi, maka dampak yang dihasilkan bertolak belakang ya. mobilitas semakin mudah tapi juga semakin sulit. mungkin dikarenakan konteksnya yang berbeda. mungkin dunia sudah dikodratkan untuk seimbang.

8/02/2005

Haramnya Pluralisme

dua hari lalu, Kompas memberitakan fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme. saya kaget. di situ dikatakan bahwa setelah mencoba mendefinisikan pluralisme, MUI memutuskan bahwa pluralisme tidak sesuai dengan ajaran Islam. sayangnya tidak diberitakan alasan dari pengharaman pluralisme. sampai saat ini pun saya belum mendapat definisi pluralisme dari MUI, sehingga belum bisa memberi tanggapan atas hal tersebut.

namun saya begitu menyayangkan munculnya fatwa tersebut. saya masih optimis bahwa pluralisme yang dilarang itu bukan sesuatu yang berkaitan dengan toleransi antar agama atau tentang bagaimana kita hidup dalam keberagaman. hanya saja yang saya takutkan adalah efek yang mungkin terjadi dari pengharaman pluralisme. yang saya maksud pluralisme sebagai sebuah kata.

menurut saya kebanyakan orang indonesia bukanlah orang yang cukup kritis dalam menanggapi suatu isu. ketika pluralisme diharamkan saya membayangkan kebanyakan orang indonesia akan menerima fatwa itu begitu saja, tanpa perlu bertanya apa itu pluralisme dan apa yang dimaksud MUI dengan pluralisme. pluralisme adalah sebuah kata yang berdiri sendiri tanpa konsep dibelakangnya. dampak dari haramnya pluralisme kemudian adalah ketika seseorang bersikap positif padanya maka haram juga perilakunya. tanpa memahami jalan pikir orang tersebut atau alasan-alasan yang mendasari sikap positifnya.

8/01/2005

Aku Mahasiswa

Tinggal menghitung minggu dan usai sudah masaku menjadi mahasiswa. Mungkin nanti jika aku ambil S2 Profesi Psikolog, atau ambil program doktoral, statusku juga mahasiswa. Tapi buatku, yang namanya menjadi mahasiswa adalah masa-masa sekarang ini, masa menjadi mahasiswa sarjana. Masa dimana gairah menjadi manusia muda berkobar dan mampu memberikan perubahan. Gelora remaja menuju dewasa awal.

Aku masih ingat ketika menjadi mahasiswa baru. Begitu bersemangat dan bergairah. Bisa jadi karena aku diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik di negri ini. Masuk di fakultas yang aku pilih sebagai jalan hidup. Tapi yang membuatku bersemangat adalah anganku bahwa diri ini akan masuk ke dalam lingkungan intelektual yang penuh gairah.

Kegairahan bahwa diriku akan masuk ke dalam lingkungan yang penuh energi dan semangat. Gagasan dilontarkan untuk diwujudkan, Tanya, lahir untuk ditanggapi, Diskusi-diskusi digelar untuk mengasah ketajaman berpikir, pendapat-pendapat diungkapkan tanpa batasan. Semua itu mungkin serta merta karena inilah dunia kampus, dunia di mana kekebasan berpikir menjadi dewa. Dunia dimana kita dihantarkan menuju cakrawala pengetahuan yang lebih luas, untuk kemudian kita memiliki pengetahuan yang kita yakini, prinsip-prinsip hidup yang melandasi hidup kita selanjutnya, bekal untuk menjadi manusia-manusia yang ahli dibidangnya.
Dan kegairahan itu makin menjadi-jadi ketika aku dan para mahasiswa baru UI yang jumlahnya ribuan itu merayakan kedatangan kami sendiri di kampus tercinta, berjaket kuning dalam acara wisuda. Bernyanyi untuk kami sendiri...



Selamat datang pahlawan muda, Lama nian kami rindukan dikau,
Bertahun-tahun
bercerai mata, Kini kita dapat berjumpa pula,
Dengarkan sorak gegap gempita
mengiringi derap langkah perwira,
hilangkan rindu dendam ibumu selamat datang
di Jakarta Rayaaaa.....
Pahlawan Muda.

Ya kamilah pahlawan muda itu. Gaung yang membahana di Balairung yang megah itu, warna kuning menyala pantulan jaket almamater yang kemungkinan besar baru sekali itu dipakai, wisudawan yang kelihatan sumringah dan keriangan yang masih juga memancar dari teman-teman yang sama-sama baru lulus UMPTN serta bayangan akan kehidupan perkuliahan, semua berbaur dan memberi kehangatan dalam hati. Bara yang merah menyala.

Tapi apa lacur? Tahun pertama di perkuliahan mulai mengerogoti kehangatan itu. Angin seperti enggan untuk bertiup sehingga perlahan-lahan bara dalam hati kian redup dan redup.. Tugas, tugas, tugas dan tugas. Di susul oleh ujian, ujian dan tugas. Begitu banyak beban perkuliahan hingga membuat mati semangat ini. Tapi bukan itu hanya itu saja yang membuat angin tiada berhembus, dunia perkuliahan begitu menjemukan! Tiada debat atau diskusi, tiada tanya yang dibalas oleh rentetan tanya yang lain. Dan paling tragis adalah, manusia-manusia yang mengikuti perkuliahan itulah jugalah yang membuat dunia ini mati. Coba lihat, manusia-manusia yang konon pintar karena berhasil terpilih dari ribuan peminat, cream de la cream kata Dekanku waktu itu, manusia-manusia dengan kemampuan intelektual diatas rata-rata, mereka cuma bisa diam dan melongo! Dan lebih parah lagi mereka ini yang mematikan keinginan untuk bertanya bagi sebagian orang yang masih punya semangat untuk ‘mengetahui’, semangat untuk belajar yang sesungguhnya.

Kenapa? Ya betul, karena mereka memandang aneh perilaku bertanya, "buat apa sih nanya hal ga penting kaya gitu?" "Ah..udah abis nih waktunya," "aduh! Jangan nanya dong." Ya. Benar. Dan tumbanglah satu-persatu manusia-manusia kritis dan dengan keinginantahuan yang besar. Makin hari kuliah makin datar, hambar, menjemukan dan melelahkan. Gairah makin susut, digantikan oleh kelelahan yang nyata dan persepsi diri akan kelelahan akibat tugas, tugas dan tugas.

Menurutku sih tugas-tugas di psikologi menarik, analisis kepribadian tokoh atau wayang, analisis perkembangan diri, mengunjungi tempat-tempat macam muara angke atau rumah sakit jiwa, jalan-jalan ke gelanggang samudra di ancol, bikin program kesehatan mental dan lain-lain. Semua memberi peluang untuk membuka cakrawala pengetahuan dan pengalaman menyelami literatur yang berkaitan dengan tugas tersebut. Tapi hampir semua mata kuliah ada tugas. dan itu melelahkan.

Kadang aku berpikir apa yang membuat ini begitu melelahkan? Bebannyakah yang tidak manusiawi atau jangan-jangan kemampuan berpikir aku yang payah.

Entah apa jawabnya, tapi makin lama kemampuan berpikirku malah semakin tumpul. Kegiatan perkuliahan menjadi hal yang rutin. Mengisi IRS dan KRS di awal semester, masuk kuliah ‘anu’ jam sekian, besok kuliah ‘itu’, ada kuis minggu ini dan UTS minggu yang akan datang, kuliah ‘anu’ jam sekian, besok kuliah ‘itu’, nanti mengerjakan tugas ini, setelahnya tugas lain menanti. Tau-tau besok UAS. Tugas-tugas mesti dikumpulkan, belajar mesti digiatkan. Semua nyaris sama.

Apa yang kudapat? Terlalu banyak tugas mejauhkan diri dari buku bagus yang pingin aku baca, membuat aku jarang baca koran, meminimkan waktu untuk sekedar jalan-jalan ke tempat-tempat baru. Apalagi mau belajar membatik, menari, main flute, ikutan teater, atau sesekali menonton puisi di TIM. Ga ada waktu.

Ah ya... sebentar lagi akan berakhir episode ini. Aku bakal sangat kehilangan. Mungkin pula disertai kekecewaan angan-anganku melayang.

Pohon-pohon UI

lagi-lagi, beberapa pohon hutan depan Psikologi ditebang. tepatnya pohon-pohon yang berada di pinggir jalan menuju pintu keluar gerbang UI. sebelumnya sudah banyak pohon yang ditebang setelah peristiwa pembunuhan mahasiswa fasilkom di sabtu sore beberapa bulan lalu. gw sih maklum. kalo tujuannya supaya jarak pandang orang-orang jadi luas dan jelas. jadi kalo ada sesuatu orang lain bisa membantu. sekarang, untuk apalagi pohon-pohon itu ditebang? gw merasa udah terlalu banyak pohon yang dikorbankan.

sebelum peristiwa pembunuhan itu, hutan depan fisip juga udah diperkecil. pohon-pohon di babat habis. dibuat lahan parkir.

Gw senang UI punya hutan yang luas dan lebat. karena itu gw bisa liat tupai loncat dari satu dahan ke dahan lain. bisa lari pagi di bawah rimbun dedaunan. dan di tengah ganasnya geliat kota Depok membangun hutan-hutan beton, gw bangga UI masih ijo royo-royo.

terus, untuk apalagi pohon-pohon itu ditebang? buat lahan parkir mahasiswa dan dosen UI yang kaya-kaya itu? ah... gw berharap pihak universitas sadar kalo Depok itu daerah resapan air.

Rossi oh Rossi

sebel!!! rasanya kaya diberi harapan terus tiba-tiba dirampas! dikoyak-koyak terus di sungkurkan ke tanah!!! sebel!!!!!!!!

padahal gw kira jagoan gw musim ini bisa melengkapi kebahagian gw. jadi juara setelah tampil buruk selama musim ini berlangsung. tapi balapan semalam betul-betul mengecewakan!

yah seri kemarin emang bukan pertama kalinya Gibernau yang udah memimpin berlap-lap pada saat-saat terakhir didahului Rossi. dan gw udah mahfum kalo Rossi emang jenius abis. tapi yang bikin sebel adalah Gibernau begitu bodohnya di awal lap terakhir mengambil belokan dengan begitu lebarnya. mau ngapai sih mister? ngasih Rossi jalan ya?? gedek gw! itu mah g perlu Rossi yang jenius untuk bisa ngedahuluin. gggrrrrr... dan lajulah the doctor. menang. hah. menyesakkan.

kecewa. ada apa denganmu? buruk nian musim ini. ya sudahlah. biar g jadi juara musim ini, masih ada yang tersisa. Ayo Kalahkan Rossi!!!!!!!