1/16/2006

Soros, The Gamesman dan Waham Amerika

Headline Kompas Minggu, 8 Januari 2005 menyoal bantahan George Soros yang dituding sebagai penyebab krisis di Indonesia tahun 1997 lalu. Ia mengaku memang mengambil peran dalam krisis tersebut, hanya saja ia mengalami kerugian besar dalam permainan valuta di negri ini. Bermain...?

“Saya mengeksploitasi kelemahan pasar dan kesalahan pemerintah dan saya menjadi kaya?”

ya bermain... bermain untuk menjadi kaya. Sekarang, dia dengan enteng minta maaf kepada orang-orang yang terkena dampak krisis. Memang dia kira berapa banyak orang yang menganggur setelah goncangan ekonomi tersebut? Berapa banyak anak putus sekolah? Kekacauan dan tekanan secara psikologis yang timbul akibat permainannya itu? Dan dengan ringannya dia bilang cuma mengeksploitasi pasar demi untuk menjadi kaya. Gila. Ngga bermoral. Moral..? Seperti para fundamentalis pasar, dia meyakini pasar bekerja sempurna, tidak ada moral yang bermain di sini.

“Jadi saya tidak bisa disalahkan. Saya hanya mengelola uang di dalam fund management untuk mencari keuntungan.”

Membaca tulisan itu membuat gw ingat tulisan Romo Mangun dalam buku “Di Bawah Bayang-bayang Adikuasa”. Ia mengutip ahli ekonomi Michael Maccoby yang melihat orang-orang Amerika dalam empat komponen watak. Salah satu komponen itu adalah The Gamesman. Cirinya ya seperti Soros itu. Seorang Gamesman adalah petaruh tulen. Ia selalu mencari siasat bagaimana ia dapat jaya. Ia sadar akan keunggulan dan kecerdikannya dan tidak putus asa bila kalah.

Dunia adalah untuk diolah dan dikuasai termasuk memanfaatkan kelemahan pasar untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Itu tidak jadi soal karena seorang The Gamesman tidak pernah kolot mengikat diri pada aturan tradisional termasuk standar moral. Jika kelihatan bermoral menguntungkan baginya maka seorang Gamesman tidak segan untuk mengeluarkan uangnnya untuk itu. Coba kita lihat Soros, ia mengatakan bahwa kegiatannya mengumpulkan uang termasuk dengan bermain-main di atas penderitaan orang lain itu adalah untuk mengumpulkan dana bagi kegiatan filantropinya (Kompas). Maka dari itu pas betul dengan apa yang diungkapkan Romo Mangun tentang The Gamesman,
“The Gamesman dengan segala gembira hatinya menjadi sponsor atau ketua kehormatan kualitas hidup lingkungan tetapi tanpa ragu-ragu ia akan mendirikan pabrik kimia berbahaya yang sanggup membunuh kabupaten sekali jadi bila itu menguntungkan dirinya. The Gamesman dengan tenang akan membuka kasino judi serta sarang pelacuran dan merasa diri orang saleh karena dapat membantu kas gereja atau rumah piatu dari keuntungan pelacuran itu.”

Konon menurut Michael Maccoby, The Gamesman adalah jenis watak yang paling banyak ditemui pada orang-orang Amerika. Negri yang mengagungkan kebebasan. Mengutip Romo Mangun kebebasan ini adalah sumsum saraf orang Amerika. Sumsun yang terbaca dalam istilah Free Enterprise; persaingan bebas dan membuat keuntungan sebesar-besarnya yang dirumuskan dalams satu istilah The American Creed (Kepercayaan Amerika). “Amerika adalah negri kemajuan berkat kapitalisme dan usaha bebas. Amerika adalah negri revolusi (pembaharuan) terus menerus.”

Barangkali kebebasanlah yang menelurkan watak manusia jenis ini. Kemudian saling mempengaruhi melintas generasi. American Creed kemudian menjelma menjadi tradisi dan keyakinan bahwa Amerika adalah negri terpilih oleh Tuhan untuk memperbaharui seluruh bumi, Israel baru. Kita ingat lagak Amerika dari zaman Perang Vietnam hingga Irak. Marshall Plannya di bidang ekonomi. Dan terakhir masih di harian yang sama, Amerika merasa perlu menyusun strategi amankan Israel ketika Sharon menderita stroke parah belum lama ini (“AS Susun Strategi Amankan Israel”). Menlu AS, Condoleeza Rice dipastikan batal berkunjung ke Indonesia dan Australia pekan ini karena merasa perlu untuk turut hadir dalam pembahasan langkah-langkah yang akan diambil AS di Timur Tengah bersama Timnya.

Ya inilah para Gamesman yang berwaham sebagai bangsa yang terpilih, Pendamai dunia.