7/01/2005

Membaca Catatan Seorang Demonstran

saya baru membaca pengantar Catatan Seorang Demonstran dari Soe Hok Gie, ketika saya tidak kuat menahan air mata saya. konyol. ya betul-betul konyol. pertama, karena saat itu saya sedang berada dalam kereta api. yang sayangnya sedang kosong. seorang ibu yang duduk depan saya tersenyum. dan seorang bapak yang berdiri di depan saya memandang heran, mungkin bertanya-tanya. kedua, saya merasa begitu bodoh karena secara spontan mengeluarkan air mata hanya karena tuturan Arief Budiman kakak Gie ketika ia meninggal. konyol karena, saya merasa begitu cengeng.

kemudian saya berhenti membaca. mungkin yang membuat saya meneteskan air mata bukan rasa sedih yang menguap dari kalimat-kalimat yang di tulis Arief Budiman. tapi lebih dalam dari itu.

membaca pengantar-pengantar dalam buku itu membuat saya berkaca. semangat Gie untuk mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya walaupun membuat dirinya 'sendiri' kontras sekali dengan kekosongan yang saya rasakan beberapa tahun belakangan.

saya merasa jiwa saya kosong. saya seperti manusia tanpa tujuan. seperti zombie yang bergerak entah di stimulasi oleh apa. saya seperti mayat hidup yang menjalani hari-hari hanya untuk menggenapi naskah kehidupan. menjalani hari-hari karena kau harus menjalaninya. perjalanan yang mesti di lewati untuk kemudian mati.

pagi di hari yang sama saya membaca buku itu, saya merasa ada yang redup dalam diri saya. semangat hidup. vitalitas untuk menjalani hari. segalanya redup. tujuan hidup saya, apa yang penting untuk saya, kepedulian saya, semangat untuk berprestasi, semangat untuk belajar, redup pula keinginan saya untuk melakukan sesuatu karena saya punya keterampilan untuk itu, redup pula keinginan saya untuk jadi bagian dari dunia yang indah ini. semua redup. nyaris padam.

saya merasa apa yang saya pelajari sudah cukup, saya sudah cukup punya kawan, saya sudah cukup melihat dunia. mungkin saya cuma ingin sendiri.

tapi kekosongan itu membuat saya tidak nyaman. bukan ini yang seharusnya saya jalani. hidup ini harus di buat berarti bukan? dan semangat Gie seperti menohok diri saya. menampar saya. apa yang sudah saya lakukan di masa muda saya?

Ada juga satu kalimat dalam kata pengantar dari Dekan F. Sastra waktu itu yang membuat saya berpikir. kalimat itu kira-kira begini, mahasiswa adalah masa peralihan di mana nantinya kita mahasiswa ini dituntut menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. ya saya setuju. apa yang membuat beberapa mahasiswa begitu sulit menyelesaikan skripsi? karena setelah lulus mereka akan jadi manusia yang punya tanggung jawab lain. saya mengamati orang-orang sekeliling saya, kebanyakan mereka sedang bertanya, mau apa setelah ini, apa yang penting dalam hidup ini, untuk apa kita jadi manusia, mengapa dunia begitu membingungkan, pertanyaan-pertanyaan itu membuat beberapa orang menjadi lelah dan kemudian nyaris menyerah. menjadikan mereka zombie-zombie seperti saya.

dan ini memang masanya.

****
dan aku jadi ingat kamu. dulu ketika melihat seseorang punya skill kepemimpinan yang baik, cerdas, bekerja secara kongkrit, sangat potensial untuk menjadi orang sukses kita bilang mereka akan jadi orang besar. tapi saat ini aku ragu akan hal itu. mereka akan jadi hebat jika mereka melewati masa ini dengan gemilang. itu keyakinanku sekarang.

melihat sekeliling termasuk melihat aku dan kamu membuat aku sadar memang ini masanya. masa dewasa muda bukan cuma sekedar masa yang digenapi dengan mempunyai pasangan intim sebagai belahan jiwa. mengisi kekosongan yang jamaknya lebih terasa kosong di masa dewasa muda di banding tahap perkembangan lain. bukan itu saja. masa ini adalah masa kita mencari jawaban-jawaban tentang akan kemana hidup kita, apa yang penting dalam hidup ini, bagaimana aku akan menjalani hidupku.

termasuk pula masa kita belajar menerima bahwa setelah ini kita adalah manusia yang mau tidak mau dituntut untuk bertanggung jawab. bertanggung jawab terhadap kelangsungan generasi kita, bertanggung jawab untuk menjadi generasi yang menggerakan dunia, bertanggung jawab pada manusia-manusia pendahulu kita. bahwa kita tidak bisa menjadi anak kecil yang bisa main di padang, pulang, tidur dan main lagi keesokkan harinya. ya semua itu aku paham betul. tapi itu pula yang membuat aku lelah. masa ini... masa penuh pertanyaan, dan ujian.

dan aku jadi ingat kamu. yang katanya mau menyerah saja. ah aku begitu pula.... masa ini, ingin segera ku akhiri...

tapi aku juga mau bilang, jangan menyerah yuk. kita pasti temukan jawabannya, lewati ujian ini. mungkin kita tidak di takdirkan untuk menjadi orang hebat yang namanya berkumandang. lagian buat apa artinya kumadang nama. tapi jika kita 'lulus' di masa ini, setidaknya kita mati untuk berarti.

walaupun aku juga tak tau bagaimana kalahkan kekosongan ini, bagaimana mengembalikan cahaya yang nyaris padam. aku juga ngga tau...

0 comments: