9/16/2005

Hidup Syahid

Seorang pluralis tidak lahir dengan sendirinya. Pluralis sebagai sifat maupun watak, terbentuk oleh sebuah proses belajar yang pajang dan mungfkin melelahkan. Jadi, pluralis itu hasil ciptaan yang belum tentu sudah jadi. Tak ada pluralis yang bersifaf become dan mapan. Sifat, atau watak, itu masih terus menerus dalam penciptaan. Dan mungkin dirawat terus menerus agar bisa tetap konsisten.

Untuk menjadi pluralis, tak jarang diperlukan pengorbanan. Ia bisa dikucilkan teman-temannya sendiri, atau diejek,dibenci dan secar kultural tak lagi dianggap sebagai anggota kelompok.
Sang pluralis juga bisa diancam hukuman mati oleh suatu pusat kekuasaan atau oleh orang-orang yang merasa mendapat limpahan kewenangan dari Tuhan biarpun sebenarnya Tuhan tidak pernah membisikkan seustu kepadanya. Di mana-manaorang itu seperti itu kelihatan selalu ada dan membuat orang lain takut atau cemas. Begi mereka yang berjuang dengan penuh kesadaran, risiko seperti itu sudah mereka perhitungkan da mereka antisipasi sebagai kemungkinan terburuk yang bisa muncul. Mungkin, akhirnya ia tidak takut akan ancaman hukuman mati karena ia tahu yang dihadapinya mati sayahid, mati di jalan tuhan. Di banyak kelompok, mati sayahid dirindukan. Ini sebuah kematian agung. Kesayahidannya itu ‘iming’iming’ dan janji agama yang pasti. Mati sayahid dijamin masuk surga, langsung tanpa ditanya-tanya lagi.

Mereka yang menganggap pihak lain salah pun punya klaim perjuangan membela agama. Dengan sendirinya mereka pun mengegam ideologi mati sayahid tadi. Merka tidak takut mati,.
Dua pihak itu berhadapan satu sama lain. Masing-masing membela agama dan Tuhan. Masing-masing tidak takut mati. Tetapi jutaan orang cemas melihat kekerasan itu. relasi kekuasaan antar kelompok sperti itu mengerikan. Berjuta-juta meusia mendambakan ketentraman hidup, tetapi para tokoh malah bicara rtentang mati. Berjuta-juta orang menanti lkagu kehidupan, para tokoh malah menyanyikan lagu kematian.

Mereka lupa, bahwa ke-syahid-an itu hadian langit dan bukan sejenis gelas akademis yang bisa dicari. Orang akan mati sayahid atau tidak bukan urusan manusia. Ke-syahid-an itu mahkota lagit. Dan sepenuh ya merypakan rahasia langit.

Mati di jalan Tuhan, mati Syahid, tidak bisa direncanakan dan direkayas manusia. Tetapi hidup syahid merupakan kewajiban yang harus kita perjuangkan dengan gigih.

Kebudyaan kita lebih membutuhkan orang yang berai hidup syahid,. Yang mangasihi sesama, saluing menolong dan saling melindungi. Kemiskinan dan orang-orang yang tak berdaya, sangat banyak jumlahnya. Dan luar biasa mengenaskan. Mengurus mereka merupakan panggilan keagamaan yang sangat sentral kedudukannya.

Hidup harus dipertahankan. Kita mainkan peran keduniaan semaksimal mungkin agar kita tampak lebih bermartabat, baru kemduian bicara hak-hak kelangitan.

Hidup belum jadi ini harius di buat mendekati titik ‘jadi’. Kita yang hari ini gigih sebagai pluralis dan sangat toleran belum tentu terbebasa dari cobaan.

Sebaliknya, mereka yang antisikap pluralis tak mustahil berubah menjadi pluralis sejati. Dan sangat toleran kepada pihak lain.

-dari Mohamad sobary, kompas minggu.

0 comments: